Setiap tahun, masyarakat pesisir di berbagai daerah Indonesia memiliki cara khas untuk mengungkapkan rasa syukur kepada laut. Salah satu tradisi yang masih dijaga hingga sekarang adalah Sedekah Laut.
Bagi para nelayan, laut bukan hanya tempat mencari nafkah, tapi juga sumber kehidupan yang harus dihormati dan dijaga. Melalui Sedekah Laut, mereka bersama-sama mengucap syukur atas hasil tangkapan yang melimpah, sekaligus memohon keselamatan selama berlayar dan mencari ikan.
Tradisi ini sudah diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Di berbagai daerah pesisir Jawa seperti Jepara, Cilacap, Rembang, hingga Pekalongan, Sedekah Laut selalu menjadi acara yang ditunggu-tunggu.
Asal-Usul dan Makna Sedekah Laut
Sedekah Laut sudah dilakukan sejak zaman kerajaan-kerajaan pesisir, seperti Demak dan Pajang. Pada masa itu, masyarakat yang hidup di sekitar pantai percaya bahwa laut memiliki “penjaga” yang harus dihormati agar para nelayan diberi keselamatan.
Ketika Islam mulai berkembang di Nusantara, makna tradisi ini disesuaikan dengan ajaran agama: dari sesaji untuk roh penjaga laut menjadi bentuk doa dan sedekah kepada Allah sebagai wujud rasa syukur.
Makna utama dari Sedekah Laut adalah keseimbangan antara manusia dan alam. Masyarakat percaya bahwa manusia tidak boleh hanya mengambil dari laut tanpa memberi kembali.
Dengan melarungkan sesaji dan berdoa bersama, mereka ingin menunjukkan rasa hormat kepada laut yang telah memberikan kehidupan. Tradisi ini juga menjadi cara masyarakat pesisir untuk mempererat hubungan sosial dan menjaga gotong royong.
Rangkaian Acara Sedekah Laut

Pelaksanaan Sedekah Laut biasanya dilakukan setahun sekali, sering kali bertepatan dengan bulan Sura (kalender Jawa) atau setelah masa panen ikan besar. Persiapan dilakukan secara gotong royong oleh warga desa nelayan. Para ibu menyiapkan makanan dan sesaji, para lelaki memperbaiki perahu, sementara anak-anak ikut membantu menghias area pantai.
Puncak acara ditandai dengan larung sesaji, yaitu prosesi menghanyutkan persembahan ke tengah laut.
Sesaji ini biasanya terdiri dari tumpeng besar, hasil bumi, ikan, udang, dan bahkan kepala kerbau yang melambangkan kekuatan serta pengorbanan. Semua diletakkan di atas perahu hias yang akan dibawa berlayar ke tengah laut.
Sebelum perahu berangkat, biasanya diadakan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa. Doa ini berisi permohonan agar para nelayan selalu diberi keselamatan dan hasil tangkapan yang melimpah.
Setelah itu, deretan perahu hias berlayar menuju laut lepas, diiringi sorak-sorai warga yang memenuhi bibir pantai. Momen ini selalu jadi pemandangan yang menarik, bahkan sering mengundang wisatawan untuk ikut menyaksikan.
Baca juga: Liburan ke Pantai Teluk Awur Jepara
Festival dan Hiburan Rakyat

Selain ritual utama, Sedekah Laut juga diisi dengan berbagai kegiatan hiburan rakyat. Setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Di Jepara misalnya, setelah prosesi larung sesaji, biasanya diadakan pentas seni tradisional seperti barongan, wayang kulit, dan musik gamelan.
Di Cilacap, masyarakat menggelar lomba perahu dan bazar kuliner khas pantai yang ramai dikunjungi pengunjung.
Suasana ini menjadikan Sedekah Laut bukan hanya acara adat, tetapi juga pesta rakyat. Para pedagang lokal ikut mendapat berkah karena banyak pengunjung yang datang, sementara warga menikmati momen untuk bersilaturahmi dan bersenang-senang setelah masa sibuk melaut.
Tradisi ini perlahan juga berkembang menjadi daya tarik wisata budaya. Pemerintah daerah sering menjadikannya agenda tahunan untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Wisatawan dapat melihat langsung keunikan budaya maritim Indonesia, lengkap dengan prosesi adat dan suasana khas pesisir yang ramah.
Nilai Sosial dan Lingkungan
Lebih dari sekadar acara adat, Sedekah Laut menyimpan pesan moral dan lingkungan yang kuat. Di tengah tantangan modern seperti pencemaran laut dan penangkapan ikan berlebihan, tradisi ini menjadi pengingat agar manusia selalu menjaga keseimbangan dengan alam.
Banyak komunitas nelayan kini menggabungkan acara Sedekah Laut dengan kegiatan bersih pantai atau penanaman mangrove. Dengan cara ini, nilai-nilai tradisi tetap dijaga, tapi juga disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Sedekah Laut bukan hanya simbol rasa syukur, tetapi juga bentuk tanggung jawab terhadap kelestarian laut.
Nilai sosialnya pun sangat terasa. Tradisi ini mempererat hubungan antarwarga, menumbuhkan rasa kebersamaan, dan mengajarkan pentingnya gotong royong. Tak ada batas antara nelayan, pedagang, atau wisatawan semua ikut larut dalam semangat kebersamaan dan rasa syukur yang sama.
Penutup
Sedekah Laut adalah contoh nyata bagaimana tradisi bisa tetap hidup di tengah perubahan zaman. Ia bukan hanya tentang larung sesaji atau ritual adat, tetapi tentang rasa syukur, kebersamaan, dan penghormatan terhadap alam.
Bagi masyarakat pesisir, tradisi ini adalah cara mereka menjaga hubungan dengan laut yang setiap hari memberi kehidupan. Sementara bagi kita yang menyaksikannya, Sedekah Laut adalah pengingat bahwa manusia dan alam seharusnya saling menjaga, bukan saling menguasai.
Sedekah Laut menjadi warisan budaya yang tak hanya indah, tapi juga penuh makna.

Leave a Reply